Ada perumpamaan menarik yang disampaikan oleh sayyidul mursalîn Rasulullah ﷺ, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa beliau berkata : “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda :
إنَّما النَّاس كالإبل المائة، لا تَكاد تجِد فيها راحلةً
“Sesungguhnya manusia itu seperti seratus ekor unta, dan nyaris tidak ada satupun yang kau dapati bisa dijadikan tunggangan.” [Muttafaq ‘alaihi]
Hadits ini menerangkan perumpamaan manusia itu seperti 100 ekor unta, dan dari keseratus ekor unta ini, tidaklah kau dapati yang râhilah, bisa dijadikan tunggangan. Kata ‘râhilah’ ini bermakna : الصالحُ للأَسفار والأَحمال (unta yang terbaik untuk safar dan dijadikan pembawa barang).
Imam al-Azhari mengatakan :
الرَّاحلة عند العرب الجمَل النَّجيب والنَّاقة النجيبة
Kata Rahilah di dalam bahasa Arab bermakna unta yang unggul dan terpilih.
Lalu beliau mengatakan :
معنى الحديث أنَّ الزَّاهِد في الدنيا، الكامل في الزُّهد فيها، والرَّاغب في الآخرة – قليلٌ جدًّا كقلَّة الرَّاحلة في الإبل
Makna hadits ini adalah, seorang yang zuhud di dunia, yaitu yang sempurna zuhudnya di dunia dan berambisi terhadap akhirat alangkah sedikit sekali, sebagaimana unta râhilah di antara unta lainnya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari berkata :
المعنى: لا تجِد في مائة إبل راحلةً تَصلح للركوب؛ لأنَّ الذي يَصلح للركوب يَنبغي أن يكون وطيئًا سهلَ الانقياد، وكذا لا تَجد في مائة من النَّاس مَن يصلح للصحبة، بأن يُعاون رفيقَه ويلين جانبه
“Makna hadits ini adalah, kau nyaris takkan dapati diantara ratusan ekor unta ini yang layak untuk dijadikan tunggangan, karena unta yang layak dijadikan tunggangan sepatutnya yang jinak dan mudah nurut. Demikian pula nyaris takkan kau dapati diantara ratusan manusia yang layak untuk dijadikan sahabat, yang sudi menolong temannya dan lembut terhadap orang di dekatnya.”
PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK :
(1) Ajakan untuk mencari teman yang shalih.
(2) Jangan mudah terpedaya dengah jumlah mayoritas. Terlebih al-Qur’an banyak mencela mayoritas. [Lihat QS. Hud : 40, 116, Saba : 13, dll]
(3) Anjuran untuk tetap berkumpul dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka.
(4) Anjuran untuk melakukan perbaikan (ishlah) tatkala kerusakan semakin banyak dan merebak.
(5) Yang menjadi standar adalah kebenaran bukanlah kuantitas atau jumlah.
ليست العبرة في الكثرة، ولا في العدد، ولا في الشهرة … إنما العبرة في الحقيقة، إنما العبرة في الحق.. بالحق وحده نقيس و نزن الأمور”
“Yang jadi acuan bukanlah banyak-banyakan, bukan jumlah dan bukan pula popularitas… namun yang jadi acuan adalah hakikat dan kebenaran…. dengan kebenaran semata kita menimbang dan menakar segala urusan…”